Punahnya Sekolah Manusia

by Admin • 21 Apr 2025 • 135 views

Punahnya Sekolah Manusia

Punahnya Sekolah Manusia

 

Oleh :

Ari Agustusia, S.Pd

SMP Raudlatul Jannah

 

Pernahkah kita berfikir tidak ada lagi namanya sekolah di muka bumi ini? Tidak ada bangku sekolah maupun profesi guru? Hal yang sangat mengerikan kalau kita membayangkan hal tersebut. Manusia akan sibuk dengan dunia sendiri dihadapan komputer, laptop, maupun handphone. Membangun bisnis saling bersaing tanpa ada komunikasi konvensional.

Semuanya serba teknologi. Lambat laun kita akan menghadapi fenomena tersebut. Mau tidak mau kita akan menjalani era digital yang sering kita sebut dengan istilah era disrupsi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disrupsi didefinisikan hal yang tercabut dari akarnya. Kalau kita mengartikan dalam bahasa kehidupan sehari-hari, disrupsi merupakan sebuah perubahan yang mendasar di kehidupan manusia dalam bidang teknologi. Era disrupsi yang kita hadapi sekarang ini tidak bisa dihindari, tidak bisa lagi hanya menyalahkan keadaan tanpa merumuskan strategi untuk bertahan, sehingga tetap keluar sebagai pemenang.

Disrupsi mengingatkan kita tidak ada yang tidak bisa diubah sebelum dihadapi, motivasi (harapan dan keinginan) saja tidak cukup. Setiap orang harus tahu posisi dirinya dan tahu harus kemana ia melangkah. Seperti yang tertuang dalam Al Quran “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar-Ra’d: 13). Tanpa disadari banyak hal terkait pendidikan di era disrupsi ini yang tidak mungkin dapat dihadapi oleh pendidik yang tidak paham dengan fenomena ini.

Ada pihak yang mengatakan bahwa era disrupsi adalah sebuah ancaman bagi mereka yang tak menginginkan perubahan. Namun banyak pihak pula mengatakan hal ini adalah sebuah tantangan untuk berubah dan berbenah diri dalam menjalani kehidupan. Bukti nyata era disrupsi sudah di depan mata dan ada di sekitar kita sekarang dengan munculnya transportasi online. Semakin melesunya bisnis ritel digantikan dengan menjamurnya bisnis online shop. Hal tersebut nyata terbukti era disrupsi menggeser aktivitas manusia di dunia nyata dengan dunia maya.

Bukan hanya dibidang niaga dan jasa saja yang mengalami perubahan, bidang pendidikan pun akan mengikuti perubahan tersebut. Misalnya MOOC atau Massive Open Online Course serta AL (Articial Intelegence). MOOC adalah inovasi pembelajaran daring yang dirancang terbuka, dapat saling berbagi dan saling terhubung atau berjejaring satu sama lain. Prinsip ini menandai dimulainya demokrasi pengetahuan yang menciptakan kesempatan bagi kita untuk memanfaatkan dunia teknologi dengan produktif.

Sedangkan AI adalah mesin kecerdasan buatan yang dirancang untuk melakukan pekerjaan yang spesifik dalam membantu keseharian manusia. Di bidang pendidikan, Al akan membantu pembelajaran yang bersifat indivual. Sebab AI mampu melakukan pencarian informasi yang dinginkan sekaligus menyajikannya dengan cepat, akurat, dan interaktif. Baik MOOC maupun AI akan mangacak-acak metode pendidikan lama yang konvensional.

Indonesia sebenarnya ketinggalan jauh dibanding negara lain dalam masalah pendidikan era digital. Khususnya negara maju, Amerika dan Inggris sudah lebih dahulu mengenali fenomena ini. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang. Sekaligus  bangsa ini mampu bersaing dengan bangsa lain dan tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan dengan cepat.

Selanjutnya bagaimana pendidikan di Indonesia sekarang ini? Dua aspek yang mendasar untuk mengubah sistem pendidikan Indonesia supaya tidak tertinggal jauh dengan negara lain yaitu sistem pendidikan sebagai akar perubahan bangsa dan perubahan pada guru sebagai pendidik. Kedua aspek tersebut perlu untuk dikembangkan lebih lanjut guna untuk menghadapi era disrupsi di Indonesia.

Hal yang pertama yang akan dibahas untuk menghadapi era disrupsi adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu mengikuti perkembangan yang ada supaya tidak tertinggal dengan negara lain. Seperti halnya pendidikan di salah satu negara yaitu Finlandia. Tak ada yang menyangkal kalau sistem pendidikan di Finlandia diakui menjadi yang terbaik di dunia.

Indonesia harus belajar dengan sistem pendidikan di Finlandia, negara yang memulai pembangunan pendidikan melalui penataan kembali regulasi pendidikan. Regulasi pendidikan tidak hanya tersusun karena adanya istilah mengugurkan kewajiban. Namun, harus dikaji ulang dengan pemikiran yang matang dan dikerjakan oleh yang ahli dibidangnya. Sistem pendidikan sebagai fokus utama, dengan harapan berjalan dengan baik dan mampu mencetak hasil seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, alokasi dana, kualitas perekrutan, serta perawatan fasilitas pada aspek pendidikan, sangat diperhatikan.

Pemerintah juga harus memikirkan skill atau keterampilan yang harus dikuasai siswa. Skill atau keterampilan yang mampu mengubah sistem pendidikan meliputi kemampuan berfikir asosiasi, kemampuan bertanya, kemampuan mengamati, kemampaun bereksperimen, dan yang terakhir adalah kemampuan melakukan jejaringan (networking skill). Lima (5) skill tersebut setidaknya termuat dalam sistem pembelajaran di Indonesia. Walaupun keempat skill mengasosiasi, bertanya, mengamati, dan bereksperimen sudah tertuang dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Namun, pelaksanaannya masih kurang maksimal. Membutuhkan motivasi dan dorongan dari segala pihak untuk pelaksanaan hal tersebut.

Aspek yang kedua yang tidak kalah penting untuk mempersiapkan era disrupsi yaitu peran guru sebagai pendidik. Guru adalah aspek yang sentral dalam sistem pendidikan di Indonesia. Fungsi guru pada era digital akan berbeda dibandingkan guru masa lalu. Seorang guru tidak mungkin mampu bersaing dengan mesin dalam hal melaksanakan pekerjaan hafalan, hitungan, hingga pencaharian sumber informasi. Mesin akan berkerja lebih jauh dari kita manusia, dalam hal kecerdasan, efektivitas, dan pengetahuan. Mesin tidak pernah merasa kewalahan atau kelelahan dalam menjalankan tugasnya.

Walaupun pada hakikatnya seorang guru tidak mampu bersaing dengan mesin. Namun, profesi sebagai guru masih dibutuhkan dalam era digital dalam hal mengajarkan nilai-nilai etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman hingga empati sosial karena nilai-nilai itulah yang tidak dapat diajarkan oleh mesin. Seorang guru di era digital harus cepat  tanggap dalam mengalami perkembangan teknologi. Guru harus mampu mengubah cara mengajar, dari mengajar model konvensional dengan metode mengajar yang lebih praktis, cepat, dan fleksibel. Mereka  akan lebih cakap mengubah pelajaran yang membosankan dan tidak inovatif menjadi pembelajaran multi-stimulan sehingga lebih menyenangkan dan menarik.

Era disrupsi menuntut kita sebagai guru harus mempunyai pilihan, membentuk ulang (reshape) atau menciptkan yang baru (create). Jika kita memutuskan untuk reshape, maka kita bisa melakukan inovasi metode pembelajaran yang sudah kita miliki atau kita menciptakan inovasi dalam bidang pembelajaran dengan kebutuhan yang diperlukan peserta didik. Seorang guru harus siap menghadapi era disrupsi dengan memiliki etos kerja, sikap terbuka, serta mampu menjadi problem solver untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat karena di tangan gurulah pendidikan bisa mengubah dunia.

Para pendidik hendaknya tidak terperangkap dengan kepuasan kesuksesan masa lalu, perubahan yang sangat cepat menginisiasi dengan strategi lebih inovatif. Guru harus melek teknologi. Kelas akan menjadi rombongan belajar yang terhimpun dalam group Whatsapp. Guru mudah menyampaikan materi melalui media tersebut. Bisa juga dengan kelas online melalui teleconference. Jarak bukan menjadi masalah. Materi dengan mudahnya akan tersampaikan ke siswa. Siswa mampu  mencari materi pembelajaran melalui google. Maknanya ada “hujan” informasi yang mereka dapatkan. Dulu untuk mencari bahan belajar atau referensi siswa harus pergi ke perpustakaan atau toko buku. Kemudian mencari materi yang sesuai, hal tersebut mampu tergantikan dengan guru yang melek akan teknologi. Setiap harinya seorang guru harus mampu mengelola kelas yang aktif dan interaktif.

Era disrupsi menuntut kita untuk berubah atau punah. Berinovasi atau tertinggal. Tidak diragukan lagi disrupsi akan mendorong terjadinya digitalisasi sistem pendidikan. Perubahan sistem pendidikan bukan hanya sekedar mengubah bangku sekolah dengan pembelajaran daring. Namun, lebih dari itu yaitu perubahan peran guru sebagai sumber belajar atau pemberi pengetahuan, fasilitator, motivator, bahkan inspirator mengembangkan imajinasi, kreativitas, karakter, serta team work peserta didik. Kita harus beradaptasi dan mengenali bagaimana keadaan sekarang yang penuh dengan perubahan. Tidak lagi sekedar berubah, melainkan langsung bergeser atau menggantikan yang sudah berdiri sebelumnya dalam waktu yang cepat.

 

Daftar Pustaka

  1. Aditya, Ivan. 2018. Kurikulum Pendidikan Harus Dikembangkan Hadapi Era Disrupsi.KrJogja.com diakses 02.21
  2. Muslimat, Ade.2018. Generasi Era Disrupsi. Kabar Banten. Diakses 03.30
  3. Rizal, Muhammad Nur. 2018. Mengadapi Era Disrupsi. Republika. Co.id. diakses 21

 

Bagikan:
Loading